Siapakah Haji Rais?

Ditulis oleh: Hariswan
Dikisahkan bahwa di penghujung abad ke-XVIII, masa di mana negeri Indonesia masih berada di bawah kekuasaan pemerintahan kolonial Belanda, di sebuah kota kecil yang masuk dalam wilayah kesultanan Langkat, hiduplah satu keluarga sederhana meskipun dari segi materi sesungguhnya termasuk dalam golongan orang yang mampu dan berkecukupan.

Sang Ayah bernama Haji Rais, konon masih kerabat daripada keluarga Kesultanan Yogyakarta. Sedangkan sang ibu, sebut saja Nini (atau nenek buyut - Pen), adalah seorang wanita sholehah yang juga berasal dari pulau Jawa. Pasangan ini dikaruniai tujuh orang anak yang sehat dan elok budi pekerti yaitu dua orang putra dan lima orang putri. Dari ketujuh anak-anak ini, tiga di antaranya yakni Umi Kalsum, Siti Maryam, dan Siti Habsah menikah dengan lelaki pilihan hati mereka masing-masing di pulau Sumatra, Indonesia. Sedangkan saudara sekandung mereka lainnya, yakni: Habib Rais, Siti Fatimah, Siti Zaenab dan Saaid Rais masa itu masih sangat belia.

Pada suatu hari sang ayah; Haji Rais mengundang ketiga orang putrinya yang sudah menikah itu untuk datang ke rumahnya di mana ia dengan sangat hati-hati mengutarakan niatnya untuk dalam waktu dekat melaksanakan ibadah haji bersama keluarga ke Mekkah. Pada kesempatan itu, sang ayah juga menyatakan hasratnya untuk merantau dan menetap di negeri Malaya demi memperjuangkan kehidupan yang lebih baik bagi seluruh keluarga. Meskipun besar hasrat ketiga orang putrinya tersebut untuk ikut bersama ayah bunda dan adik-adik yang sangat mereka kasihi, namun apa daya, karena sudah terikat sumpah setia dan mengingat ada kewajiban lain yang tidak kalah penting yakni menjunjung amanat sebagai istri dan ibu yang sholehah, ketiganya terpaksa menekan hasrat mereka dan dengan berat hati memilih untuk tetap tinggal bersama keluarga masing-masing di Indonesia.

Di hari keberangkatan, ketiga putri Haji Rais yang tinggal itu turut menghantarkan kepergian seluruh anggota keluarganya ke pelabuhan kapal laut (seaport) sebab pada masa itu belum ada pesawat udara komersil seperti saat ini. Menjelang detik-detik kapal bertolak menuju tanah suci, mereka sekeluarga saling berpelukan dan mengucapkan salam perpisahan. Hujan tangis mewarnai perpisahan itu sebab jauh di lubuk hati, tak ingin rasanya berpisah.

Akhirnya walaupun dengan berat hati dan berurai air mata, mereka bertiga melepas kepergian ayah bunda serta keempat saudara kandung yang sangat mereka cintai untuk bertolak ke tanah suci sambil berharap semoga dapat segera berkumpul kembali.

Singkat cerita, setelah selesai menunaikan ibadah haji, Haji Rais akhirnya benar-benar memutuskan untuk menetap di tanah Malaya guna memulai kehidupan baru di rantau yang lebih menjanjikan. Sejak saat itu sampai akhir hayatnya, Haji Rais bersama istri dan keempat putra-putrinya tidak pernah lagi pulang ke Indonesia.

Seiring dengan berjalannya waktu, putra-putri Haji Rais yang turut merantau dan menetap bersamanya di negeri Malayapun, yakni: Habib Rais, Siti Fatimah, Siti Zainab dan Saaid Rais, satu demi satu akhirnya menikah dengan pilihan hatinya masing-masing di Malaya. Dari hasil pernikahan ini keempatnya mewariskan anak, cucu dan cicit yang cukup banyak, yang mana sampai hari ini diperkirakan sudah berjumlah ribuan orang. Beliau berempat ini adalah keturunan Haji Rais generasi ke-II yang hampir seluruhnya berada dan menetap di negeri Malaya, atau Malaysia hari ini.

Sama halnya dengan ketiga orang putri Haji Rais yang tetap tinggal di Indonesia yaitu: Umi Kalsum, Siti Maryam, dan Siti Habsah, sampai hari ini juga sudah mewariskan anak, cucu, dan cicit kepada kita yang tidak kalah besar jumlahnya.

Sekelumit kisah di atas serta nama-nama yang disebutkan di awal kisah ini, pada hakekatnya adalah para cikal bakal dan leluhur keluarga kita yang telah menurunkan buyut, kakek, nenek dan ayah atau ibu dari kita semua, baik itu dari keturunan Haji Rais yang ada di Indonesia maupun di semenanjung Malaya.

Sekedar ilustrasi, perlu diketahui bahwa HM. Saihan adalah cucu buyut dari Umi Kalsum Binti Haji Rais sedangkan H. Zulkifli Zahari adalah cucu buyut dari Habib Bin Haji Rais.

Berdasarkan silsilah singkat yang ada di Geni.Com, tampak jelas bahwa antara HM Saihan dengan H. Zulkifli Zahari terdapat hubungan darah yang sangat dekat. Sehingga dalam upaya kita bersama untuk menyatukan kembali keluarga besar yang sempat terpisah ini, sudah sepantasnyalah apabila kita mendaulat keduanya sebagai duta keluarga bagi para sanak saudara dari garis keturunan Haji Rais di kedua negara.

Walaupun saat ini masing-masing kita hidup terpisah di dua negeri yang berbeda namun mari bersyukur, karena kedua negeri ini masih terhitung sebagai tetangga dekat. Karenanya, meskipun bukan warga dari negara yang sama, tapi darah yang mengalir di jasad kita berasal dari satu orang. Sehingga ibarat air, walau puas dicincang, manalah mungkin ia akan putus? Namun ibarat burung; setinggi-tingginya elang terbang, ke sarang jua ia pasti akan kembali!

Kisah lengkap perjalanan hidup dari Haji Rais dan keempat putra-putrinya sejak menetap di Malaya hingga akhir hayatnya semoga saja masih tersimpan dalam archive keluarga daripada H. Zulkifli Zahari dan kami berharap mudah-mudahan satu saat nanti beliau sudi menuliskan berbagai kisah menarik tentang leluhur kita di dalam laman ini. (Hariswan)


Related Page: Tentang Blog Ini | Tahukah Anda? | Cerita Antar Kita

Posting Komentar

2 Komentar

  1. Saya kurang pasti samaada Hj.Rais tinggal di Mekah selama 6 tahun - yang pasti ialah mengenai Datuk saya Hj.Habib(putra Hj.Rais). Hj.Habib (ada nama Jawanya) telah datang ka Malaya bekerja di estate getah Belanda di Sungai Gedong, berdekatan dengan Gunung Semanggul dan Kampung Tua. Ia saterusnya bermastautin di Malaya dan berkahwin dengan gadis keturunan Jawa Sawiyah (Intan) Rauf dari Kampung Tua.Selepas itu baru putra/putri Hj.Rais yang lain Zainab, Fatimah dan Hj.Saaid berhijrah ka Malaya. Pada jangkaan saya, Hj.Rais telah wafat di Medan atau tanah Jawa dan disemadikan disitu. Ia tidak berhijrah ka Malaya.Hj.Habib sekembalinya dari Mekah terus ka Medan sabelum berhijrah ka Malaya.

    Penjelasan dari: M.Hussaini - 5/07/08

    {Disalin ulang dari tulisan asli pada July 4, 2008 10:49 AM}

    BalasHapus
  2. Tentang tulisan ini ada koreksi dari Dato' Sri Muhammad Husaini bin Haji Jamil sebagaimna tertulis pada komentar beliau di halaman ini.

    Saya mohon maaf karena tersilap memahami penjelasan Dato' yang diperolehi melalui percakapan talipon semasa Dato berada di yogyakarta. Tapi sangat berterima kaseh kerana sejarah ini bolih menjadi semakin jelas.

    PS: Adakah sesiapa yang bolih menambahkan koreksi ini sehingga ianya menjadi lebih terang?


    {Disalin ulang dari tulisan asli pada July 4, 2008 11:54 AM}

    BalasHapus