Pertentangan Antara Inggris Dan Belanda

Oleh T. Luckman Sinar Basyarsyah II

Pada tanggal 1 Januari 1800, VOC bangkrut akibat korupsi dan kemudian dilikuidasi, sehingga kekayaannya jatuh ke tangan Belanda yang berbentuk bataafsche republiek. Pemerintahan Belanda dipegang oleh Napoleon dari Prancis. Pada masa itu Prancis sedang berperang dengan Inggris. Jajahan VOC di Nusantara sudah diambil alih Inggris, maka berdasarkan Konvensi London tanggal 14 Agustus 1814, semua jajahan Belanda harus dikembalikan oleh Inggris kepada Belanda. Hal ini tidak menyenangkan hati Raffles (Gubernur Bengkulu dari Inggris dan bekas Letnan Gubernur Inggris di Jawa). Raffles memerintahkan Farcuhar mengadakan perjanjian dengan beberapa raja yang berkuasa di Pontianak, Riau, dan Siak. Belanda mendengar kegiatan Raffles tersebut dan membujuk Siak dengan membuat kontrak baru dengan Siak.

Traktat London 1824
Inggris dan Belanda berusaha menghindari perselisihan dengan perjanjian kerjasama dengan membagi daerah jajahan. Inggris menyerahkan Bengkulu dan Belanda menyerahkan Melaka dan Singapura kepada Inggris. Inggris dan Belanda berjanji tidak akan memperluas pengaruh ke masing-masing wilayah jajahan dan menghormati kedaulatan Aceh. Akibat desakan ekonomi, secara diam-diam mereka melanjutkan kegiatan sebelumnya, terutama ke pantai timur Sumatera. Untuk menghentikan pengaruh Belanda di Sumatera Timur, Inggris mendekati Aceh. Segala kesibukan Belanda dalam Perang Paderi di Tapanuli Selatan menimbulkan reaksi Inggris di Penang dan Singapura yang takut kehilangan keuntungan perdagangan. Kamar dagang Inggris mendesak pemerintahnya agar memprotes Belanda yang dianggap telah melanggar Pasal 6 Traktat 1824. Kesempatan itu dipergunakan Aceh untuk memperkokoh kekuasaannya di Kerajaan-kerajaan Melayu di Sumatera Timur dengan mengirimkan perahu-perahu perang ke sana pada tahun 1854.

Kontrak Siak dengan Belanda, 1 Februari 1858
Kontrak Siak dengan Belanda ini berakibat sangat luas. Bukan saja Siak ditempatkan di bawah kedaulatan Hindia Belanda, tetapi juga termasuk negeri-negeri lain di Sumatera Timur yang menurut Siak adalah jajahannya, yaitu Bilah, Panai, Kualuh, Asahan, Batubara, Bedagai, Padang, Serdang, Perbaungan, Percut, Deli, Langkat, dan Temiang (Schedel, 1885: 73–77).

Atas dasar ini Siak meminta bantuan Belanda agar pemerintah Hindia Belanda mempertahankan wilayah-wilayah itu dari rongrongan Aceh. Dengan alasan ini pula Belanda mengirimkan ekspedisi militer pada tahun 1862 dan 1865. Pada bulan Mei 1859, Residen Riau menempatkan Walland selaku Asisten Residen Siak. Pada waktu itu, di Siak terjadi perselisihan antara raja dengan Tengku Putra, sehingga garnizun Belanda di Bengkalis dipindahkan ke Siak. Tengku Putra turun tahta dan dalam perjanjian tambahan yang ditandatangani tahun 1863 fungsi raja muda di Siak dihapuskan. Adik Sultan Siak, Tengku Syarif Kasim menjadi Tengku Panglima Besar.

Menurut laporan Walland, pemerintahan Siak kacau balau. Sebagian besar kepala suku dengan tujuh ribu orang rakyat pindah ke Malaya. Perdagangan hampir-hampir terhenti, sehingga tidak ada tongkang yang memadai yang singgah ke Siak. Hubungan politik dengan Lima Koto Kampar terputus.



  1. Kerajaan-Kerajaan Melayu Tua
  2. Pertentangan Aceh, Portugis, dan Imperium Melayu
  3. Lahirnya Kerajaan Di Pesisir Sumatera Timur
  4. Negeri-Negeri Batubara
  5. Wilayah Rokan Dan Timbulnya Perang Padri
  6. Pertentangan antara Inggeris dan Belanda
  7. Agresi Belanda Ke Sumatera Timur
  8. Reaksi Atas Pembukaan Tanah Perkebunan Di Deli
  9. Sistem Pemerintahan di Sumatera Timur
  10. Situasi Beberapa Kerajaan Di Sumatera Timur
  11. Sistem Peradilan Kerajaan Melayu Jaman Belanda
  12. Orang Melayu Dan Rajanya

Sumber: Khalik News


Posting Komentar

0 Komentar