Reaksi Atas Pembukaan Tanah Perkebunan Di Deli

Oleh T. Luckman Sinar Basyarsyah II

Sejak kedatangan J. Nieuwenhuyze dari Burma dan Van Leeuwen dari Surabaya ke Deli pada tahun 1863, serta atas bujukan Said Abdullah Bilsagih, di Deli berkembang penanaman tembakau. Dengan suksesnya ekspor ke Eropa dan Amerika tembakau Deli menjadi termasyhur sebagai dekblad (lapis) cerutu yang tidak ada bandingannya di dunia. Di perkebunan, orang Melayu dan Karo tidak cocok menjadi kuli Belanda, sehingga Belanda mendatangkan orang Cina dan India dari Malaya. Kemajuan Deli sebagai het dollarland menyebabkan masuknya kapital asing ke Sumatera Timur. Sultan Deli memberikan tanah yang subur untuk konsesi perkebunan dengan bebas, termasuk tanah dalam wilayah Datuk Sunggal tanpa izinnya. Datuk Kecil sebagai pemangku Datuk Sunggal Badiuzzaman yang masih kecil, memimpin pemberontakan dengan mengajak rakyat Melayu dan Karo membangun benteng-benteng dan bergerak ke Deli untuk mengusir Belanda. Belanda kemudian mengirim pasukan dari Riau di bawah pimpinan Kapten Kops, tetapi ekspedisi pertama ini mengalami kerugian besar. Perkebunan tembakau Deli diserang gerilyawan, sehingga wanita dan anak-anak Eropa diungsikan ke Belawan untuk segera naik kapal bila situasi sangat buruk.

Pada tanggal 10 Juli 1872 datang ekspedisi militer kedua Belanda dari Jawa di bawah pimpinan Letkol Van Hambracht. Ekspedisi kedua yang bermaksud untuk menghancurkan gerilyawan tersebut pun mengalami kegagalan, bahkan Van Hambracht sendiri luka berat dan harus dipulangkan ke Betawi. Pada tanggal 20 September 1872, datang lagi ekspedisi militer ketiga dari Jawa dengan jumlah yang lebih besar, yaitu tiga kompi infanteri dengan satu detasemen artileri gunung, orang-orang kerja paksa, dan kuli Cina untuk mengangkat barang. Ekspedisi ini dikepalai Mayor Van Stuwe. Akibatnya, di mana-mana terjadi pertempuran hebat untuk merebut kampung-kampung, seperti Tanduk Benua, Katinambunan, dan lainnya. Dalam perundingan yang diadakan pada tanggal 24 Oktober 1872, Datuk Kecil bersama adiknya, Datuk Jalil, dan anaknya, Sulong Barat, tiba-tiba disekap Belanda dan dinaikkan ke kapal, kemudian dibawa ke Riau. Mereka dihukum seumur hidup di Cilacap. Datuk Sunggal Badiuzzaman melanjutkan perjuangan, tetapi juga tertangkap pada tahun 1855 dan dibuang seumur hidup ke Banyumas. Perang Sunggal (1872–1895) ini merupakan peristiwa penting dalam sejarah Indonesia di dalam negeri yang begitu kecil (Sinar, 1980; 1981e).

Sejak itu tidak ada halangan bagi kapital asing. Orang-orang asing berlomba menanamkan modal ke Sumatera Timur. Oleh karena sulit mendatangkan buruh Cina dan India ke Sumatera Timur, maka kuli kontrak didatangkan dari Jawa. Pertama kali mereka didatangkan dari daerah Bagelen. Kontrak-kontrak tanah dan hasil perkebunan yang diekspor merupakan sepertiga penghasilan seluruh Indonesia. Sepanjang jalan raya Labuhan-Medan penuh dengan rumah pelacuran dan rumah judi. Kuli yang baru gajian dalam sekejap mata bisa kehilangan gajinya, sehingga terpaksa menandatangani kontrak baru (Cremer, 1976: 184).

Oleh karena kemakmurannya, dalam waktu cepat Sumatera Timur banyak didatangi orang dari berbagai suku, terutama sukubangsa Toba, Mandailing, dan Minangkabau yang bekerja sebagai pegawai pemerintah, pegawai perkebunan, guru, dan pedagang kecil. Mereka kebanyakan menetap di kota-kota besar.



  1. Kerajaan-Kerajaan Melayu Tua
  2. Pertentangan Aceh, Portugis, dan Imperium Melayu
  3. Lahirnya Kerajaan Di Pesisir Sumatera Timur
  4. Negeri-Negeri Batubara
  5. Wilayah Rokan Dan Timbulnya Perang Padri
  6. Pertentangan antara Inggeris dan Belanda
  7. Agresi Belanda Ke Sumatera Timur
  8. Reaksi Atas Pembukaan Tanah Perkebunan Di Deli
  9. Sistem Pemerintahan di Sumatera Timur
  10. Situasi Beberapa Kerajaan Di Sumatera Timur
  11. Sistem Peradilan Kerajaan Melayu Jaman Belanda
  12. Orang Melayu Dan Rajanya

Sumber: Khalik News


Posting Komentar

0 Komentar