Oleh T. Luckman Sinar Basyarsyah II
Dengan kemajuan yang pesat itu, pada tanggal 15 Mei 1873 wilayah Sumatera Timur, termasuk Siak dikeluarkan dari Provinsi Riau dan dijadikan residensi sendiri dengan ibukota Bengkalis. Padahal Bengkalis baru dibeli Belanda dengan ganti rugi dari Sultan Siak. Residen ini terbagi atas Afdeeling Deli (Kontrolir di Labuhan), Afdeeling Asahan (Kontrolir di Tanjung Balai), dan Afdeeling Labuhan Batu. Residen pertama adalah J. Locker de Bruijne.
Pada tahun 1887 ibukota dipindahkan dari Bengkalis ke Labuhan, kemudian ke Medan dengan berbagai reorganisasi, yaitu diciptakan lebih banyak Onderafdeeling yang dikepalai seorang Kontrolir Belanda. Kemudian juga dibentuk peradilan di Medan dan Bengkalis, di samping sebuah Residentie recht. Menurut perubahan dalam Staatblad 1978/207, Afdeeling Deli dirombak menjadi
1. Afdeeling Deli (assisten residennya di Medan)
a. Onderafdeeling Medan (kontrolirnya di Medan)
b. Onderafdeeling Labuhan (kontrolirnya di Labuhan)
2. Afdeeling Langkat Hulu (kontrolirnya di Binjai)
3. Afdeeling Langkat Hilir (kontrolirnya di Tanjung Pura)
4. Afdeeling Tamiang (kontrolirnya di Seruwei)
5. Afdeeling Serdang (kontrolirnya di Lubuk Palam)
6. Afdeeling Padang-Bedagai (kontrolirnya di Tebing Tinggi)
Dalam Staatblad 1900/64 Residensi Sumatera Timur mengalami reorganisasi lagi, karena mengalami kemajuan pesat dalam bidang ekonomi. Terakhir menurut Beslit Gubernur 6 Juli 1915 ao. 3 status Residensi Sumatera Timur dinaikkan menjadi gouvernement (provinsi) yang berkedudukan di Medan dan pimpinan pertama kali dipegang oleh Gubernur S. Van der Plass. Secara administratif, Sumatera kemudian dibagi atas :
1. Afdeeling Deli dan Serdang
a. Onderafdeeling Deli Hilir
b. Onderafdeeling Deli Hulu
c. Onderafdeeling Serdang
d. Onderafdeeling Padang dan Bedagai
2. Afdeeling Langkat
a. Onderafdeeling Langkat Hilir
b. Onderafdeeling Langkat Hulu
3. Afdeeling Simelungun dan Tanah Karo
a. Onderafdeeling Simelungun
b. Onderafdeeling Tanah Karo
4. Afdeeling Asahan
a. Onderafdeeling Asahan
b. Onderafdeeling Batubara
c. Onderafdeeling Labuhan Batu
5. Afdeeling Bengkalis
a. Onderafdeeling Bengkalis
b. Onderafdeeling Siak
c. Onderafdeeling Bagan Siapi-api
d. Onderafdeeling Rokan
e. Onderafdeeling Kampar Kiri
Sebuah Afdeeling berada di bawah pengawasan seorang asisten residen dan onderafdeeling di bawah seorang kontrolir. Dua orang gezaghebber ditugaskan oleh Asisten Residen Bengkalis khusus untuk mengawasi panglong (sagu) di Selatpanjang. Bengkalis yang sudah dibeli dari Sultan Siak pada tahun 1873 dan menjadi daerah Hindia Belanda yang diperintah langsung oleh asisten residen dengan mengangkat lima orang penghulu bumiputra, yaitu Kelapa Pati, Sendrah (dengan Paliman dan Si Batu), Seggono, dan Maskum, ditambah enam penghulu tidak bergaji. Pada tanggal 1 Januari 1940, Afdeeling Bengkalis dikeluarkan dari Provinsi Sumatera Timur dan dimasukkan ke Residensi Riau.
Dalam hubungannya dengan kerajaan-kerajaan bumiputra di Indonesia, Belanda membagi kedudukan mereka dalam dua kategori, yaitu: Pertama, kerajaan dengan Kontrak Politik (Lange Politiek Contract) dan, Kedua, kerajaan dengan Pernyataan Pendek (Korte Verklaring). Pada kategori pertama, ada dua pihak yang mengadakan kontrak (perjanjian), yakni pemerintah kerajaan bumiputra dan pemerintah Hindia Belanda. Di luar isi pasal-pasal yang disebut dalam perjanjian, hak dan wewenang sepenuhnya berada di pihak kerajaan bumiputra. Kerajaan di Sumatera yang termasuk golongan ini adalah Asahan, Deli, Kualuh, Langkat, Pelalawan (Kampar Hilir), Siak, Serdang, dan Riau-Lingga. Kerajaan Riau-Lingga dihapus pada tahun 1911.
Untuk kategori kedua, di seluruh Indonesia terdapat 261 korte verklaring yang dibuat oleh Belanda. Kerajaan dengan korte verklaring yang terdapat di Sumatera Timur adalah Barusjahe (Karo), Bilah, Dolok Silau (Simalungun), Gunung Sahilan, Indrapura, Kunto Darussalam, Silima Kuta (Karo), Logas, Panai, Pane (Simelungun), Baya (Simelungun), Sarinembah (Karo), Tambusai, Tanah Datar (Batubaru), Tanah Jawa (Simelungun), Kepenuhan, Rambah, IV Kota Rokan Hilir, Kotapinang, Pesisir (Batubara), dan Limapuluh (Batubara).
Kerajaan dengan korte verklaring yang terdapat di Aceh adalah seluruh kerajaan besar kecil yang berjumlah 102 kerajaan, sedangkan di Riau adalah Hulu Tesso, Indragiri (awalnya lange politiek contract, tetapi sejak Raja Mahmud atau tahun 1912 derajatnya diturunkan menjadi korte verklaring), IV Koto Hilir, IV Koto Mudik, V Koto di Tengah, Lubuk Ramo (III Koto). Dalam kategori ini para raja menandatangani pernyataan tunduk kepada semua perintah dan ketentuan pemerintah Hindia Belanda, sehingga Kontrolir Belanda setempat mempunyai kekuasaan besar.
Kemajuan wilayah lain di Sumatera Timur dalam bidang investasi asing tidak dapat diikuti Siak dan Pelalawan yang dulunya merupakan kerajaan besar. Berbagai maskapai membuka konsesi di Siak, tetapi gagal dan terpaksa ditutup, sehingga Siak merupakan daerah yang terbelakang (sebelum dibukanya tambang minyak). Kekayaan Raja Deli, Langkat, Serdang, dan Asahan jauh melebihi kekayaan Sultan Siak, sehingga dalam rapat dan pertemuan sering terjadi hal-hal yang kikuk, karena Sultan Siak menuntut perlakuan istimewa sebagai raja yang pernah menjajah negeri-negeri di Sumatera Timur itu.
Atas dasar perjanjian yang dibuat pada tanggal 23 Juli 1884, Belanda berhasil membujuk Sultan Siak yang membutuhkan uang, untuk menyerahkan hak atas kerajaan-kerajaan di sebelah utara Siak di Sumatera Timur kepada pemerintah Hindia Belanda, dengan catatan bahwa Sultan Siak akan dianggap sebagai raja yang paling utama di antara raja-raja di Sumatera Timur dan juga diberi cap yang lebih besar. Penyerahan hak ini disertai ganti rugi (schadeloosstelling) uang (Schedel deel II; Plass, 1917).
Sumber: Khalik News
Pada tahun 1887 ibukota dipindahkan dari Bengkalis ke Labuhan, kemudian ke Medan dengan berbagai reorganisasi, yaitu diciptakan lebih banyak Onderafdeeling yang dikepalai seorang Kontrolir Belanda. Kemudian juga dibentuk peradilan di Medan dan Bengkalis, di samping sebuah Residentie recht. Menurut perubahan dalam Staatblad 1978/207, Afdeeling Deli dirombak menjadi
1. Afdeeling Deli (assisten residennya di Medan)
a. Onderafdeeling Medan (kontrolirnya di Medan)
b. Onderafdeeling Labuhan (kontrolirnya di Labuhan)
2. Afdeeling Langkat Hulu (kontrolirnya di Binjai)
3. Afdeeling Langkat Hilir (kontrolirnya di Tanjung Pura)
4. Afdeeling Tamiang (kontrolirnya di Seruwei)
5. Afdeeling Serdang (kontrolirnya di Lubuk Palam)
6. Afdeeling Padang-Bedagai (kontrolirnya di Tebing Tinggi)
Dalam Staatblad 1900/64 Residensi Sumatera Timur mengalami reorganisasi lagi, karena mengalami kemajuan pesat dalam bidang ekonomi. Terakhir menurut Beslit Gubernur 6 Juli 1915 ao. 3 status Residensi Sumatera Timur dinaikkan menjadi gouvernement (provinsi) yang berkedudukan di Medan dan pimpinan pertama kali dipegang oleh Gubernur S. Van der Plass. Secara administratif, Sumatera kemudian dibagi atas :
1. Afdeeling Deli dan Serdang
a. Onderafdeeling Deli Hilir
b. Onderafdeeling Deli Hulu
c. Onderafdeeling Serdang
d. Onderafdeeling Padang dan Bedagai
2. Afdeeling Langkat
a. Onderafdeeling Langkat Hilir
b. Onderafdeeling Langkat Hulu
3. Afdeeling Simelungun dan Tanah Karo
a. Onderafdeeling Simelungun
b. Onderafdeeling Tanah Karo
4. Afdeeling Asahan
a. Onderafdeeling Asahan
b. Onderafdeeling Batubara
c. Onderafdeeling Labuhan Batu
5. Afdeeling Bengkalis
a. Onderafdeeling Bengkalis
b. Onderafdeeling Siak
c. Onderafdeeling Bagan Siapi-api
d. Onderafdeeling Rokan
e. Onderafdeeling Kampar Kiri
Sebuah Afdeeling berada di bawah pengawasan seorang asisten residen dan onderafdeeling di bawah seorang kontrolir. Dua orang gezaghebber ditugaskan oleh Asisten Residen Bengkalis khusus untuk mengawasi panglong (sagu) di Selatpanjang. Bengkalis yang sudah dibeli dari Sultan Siak pada tahun 1873 dan menjadi daerah Hindia Belanda yang diperintah langsung oleh asisten residen dengan mengangkat lima orang penghulu bumiputra, yaitu Kelapa Pati, Sendrah (dengan Paliman dan Si Batu), Seggono, dan Maskum, ditambah enam penghulu tidak bergaji. Pada tanggal 1 Januari 1940, Afdeeling Bengkalis dikeluarkan dari Provinsi Sumatera Timur dan dimasukkan ke Residensi Riau.
Dalam hubungannya dengan kerajaan-kerajaan bumiputra di Indonesia, Belanda membagi kedudukan mereka dalam dua kategori, yaitu: Pertama, kerajaan dengan Kontrak Politik (Lange Politiek Contract) dan, Kedua, kerajaan dengan Pernyataan Pendek (Korte Verklaring). Pada kategori pertama, ada dua pihak yang mengadakan kontrak (perjanjian), yakni pemerintah kerajaan bumiputra dan pemerintah Hindia Belanda. Di luar isi pasal-pasal yang disebut dalam perjanjian, hak dan wewenang sepenuhnya berada di pihak kerajaan bumiputra. Kerajaan di Sumatera yang termasuk golongan ini adalah Asahan, Deli, Kualuh, Langkat, Pelalawan (Kampar Hilir), Siak, Serdang, dan Riau-Lingga. Kerajaan Riau-Lingga dihapus pada tahun 1911.
Untuk kategori kedua, di seluruh Indonesia terdapat 261 korte verklaring yang dibuat oleh Belanda. Kerajaan dengan korte verklaring yang terdapat di Sumatera Timur adalah Barusjahe (Karo), Bilah, Dolok Silau (Simalungun), Gunung Sahilan, Indrapura, Kunto Darussalam, Silima Kuta (Karo), Logas, Panai, Pane (Simelungun), Baya (Simelungun), Sarinembah (Karo), Tambusai, Tanah Datar (Batubaru), Tanah Jawa (Simelungun), Kepenuhan, Rambah, IV Kota Rokan Hilir, Kotapinang, Pesisir (Batubara), dan Limapuluh (Batubara).
Kerajaan dengan korte verklaring yang terdapat di Aceh adalah seluruh kerajaan besar kecil yang berjumlah 102 kerajaan, sedangkan di Riau adalah Hulu Tesso, Indragiri (awalnya lange politiek contract, tetapi sejak Raja Mahmud atau tahun 1912 derajatnya diturunkan menjadi korte verklaring), IV Koto Hilir, IV Koto Mudik, V Koto di Tengah, Lubuk Ramo (III Koto). Dalam kategori ini para raja menandatangani pernyataan tunduk kepada semua perintah dan ketentuan pemerintah Hindia Belanda, sehingga Kontrolir Belanda setempat mempunyai kekuasaan besar.
Kemajuan wilayah lain di Sumatera Timur dalam bidang investasi asing tidak dapat diikuti Siak dan Pelalawan yang dulunya merupakan kerajaan besar. Berbagai maskapai membuka konsesi di Siak, tetapi gagal dan terpaksa ditutup, sehingga Siak merupakan daerah yang terbelakang (sebelum dibukanya tambang minyak). Kekayaan Raja Deli, Langkat, Serdang, dan Asahan jauh melebihi kekayaan Sultan Siak, sehingga dalam rapat dan pertemuan sering terjadi hal-hal yang kikuk, karena Sultan Siak menuntut perlakuan istimewa sebagai raja yang pernah menjajah negeri-negeri di Sumatera Timur itu.
Atas dasar perjanjian yang dibuat pada tanggal 23 Juli 1884, Belanda berhasil membujuk Sultan Siak yang membutuhkan uang, untuk menyerahkan hak atas kerajaan-kerajaan di sebelah utara Siak di Sumatera Timur kepada pemerintah Hindia Belanda, dengan catatan bahwa Sultan Siak akan dianggap sebagai raja yang paling utama di antara raja-raja di Sumatera Timur dan juga diberi cap yang lebih besar. Penyerahan hak ini disertai ganti rugi (schadeloosstelling) uang (Schedel deel II; Plass, 1917).
- Kerajaan-Kerajaan Melayu Tua
- Pertentangan Aceh, Portugis, dan Imperium Melayu
- Lahirnya Kerajaan Di Pesisir Sumatera Timur
- Negeri-Negeri Batubara
- Wilayah Rokan Dan Timbulnya Perang Padri
- Pertentangan antara Inggeris dan Belanda
- Agresi Belanda Ke Sumatera Timur
- Reaksi Atas Pembukaan Tanah Perkebunan Di Deli
- Sistem Pemerintahan di Sumatera Timur
- Situasi Beberapa Kerajaan Di Sumatera Timur
- Sistem Peradilan Kerajaan Melayu Jaman Belanda
- Orang Melayu Dan Rajanya
Sumber: Khalik News
0 Komentar